Blog
Rambu Petunjuk Jalan Tol Hijau dan Biru, Apa Bedanya?

Kalau kamu sering road trip atau rutin bolak-balik lewat jalan tol, pasti sudah akrab dengan papan petunjuk jalan yang gede-gede itu. Ada yang berwarna hijau, ada juga yang biru. Sekilas mirip, sama-sama tulisannya putih, sama-sama nunjukin arah. Tapi jangan salah, fungsinya beda.
Di jalan Indonesia, ada dua warna latar rambu penunjuk arah yang paling sering ditemui, yaitu hijau dan biru. Meski sama-sama berisi informasi tujuan atau lokasi, warna latar ini punya arti khusus yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas.
Jadi, pemilihan warna rambu itu bukan sekadar biar kelihatan kontras atau gampang dibaca, tapi memang dibuat supaya pengemudi lebih paham aturan dan kondisi jalan yang sedang dilalui.

Rambu Penunjuk Jalan Warna Biru
Rambu dengan latar biru dan tulisan putih masuk kategori rambu perintah. Penjelasannya ada di Pasal 17 aturan tersebut.
Gak cuma itu, di Pasal 20 juga dijelaskan kalau rambu biru dipakai buat banyak hal, mulai dari penunjuk batas wilayah, batas jalan tol, lokasi fasilitas umum, sampai pengaturan lalu lintas tertentu.
Contoh yang sering ditemui di jalan tol misalnya rambu bertuliskan:
“Batas Kecepatan Maksimum 100 km/jam dan Minimum 80 km/jam.”
Kalau sudah ketemu rambu biru seperti ini, artinya nggak bisa ditawar, pengemudi wajib patuh. Termasuk kalau rambu biru nunjukin jalur atau lokasi tertentu, kamu harus tetap di lajur yang diarahkan. Jadi bukan cuma sekadar informasi, tapi memang ada aturan yang harus diikuti.

Rambu Penunjuk Jalan Warna Hijau
Beda cerita kalau ketemu rambu warna hijau. Rambu ini fungsinya lebih santai, sebagai penunjuk arah dan lokasi tujuan. Biasanya banyak dipasang di jalan raya atau jalan tol, terutama saat sudah mendekati kota atau daerah tujuan.
Umumnya, rambu hijau juga dilengkapi keterangan jarak, misalnya, “Bandung 1 Km.”
Artinya simpel, jarak menuju Bandung tinggal satu kilometer lagi. Dengan rambu ini, pengemudi bisa mulai ancang-ancang, mau pindah lajur, siap keluar tol, atau sekadar menyesuaikan kecepatan.
Singkatnya, rambu hijau itu buat ngasih informasi arah, sementara rambu biru adalah perintah yang wajib dipatuhi.
Kelihatannya sepele, tapi kalau paham bedanya, perjalanan bisa lebih aman dan pastinya gak bikin salah ambil jalur di jalan.
Blog
Kenapa Ban Serep Mobil Ukurannya Dibuat Lebih Kecil?

Ban serep sering jadi penghuni tetap bagasi yang jarang diperhatikan. Tapi begitu ban utama bocor dan harus dipakai, ukurannya yang lebih kecil langsung bikin tanda tanya besar “aman gak nih kalau dipakai di jalan?”.
Ban serep dengan ukuran lebih kecil memang sengaja dirancang seperti itu. Di dunia otomotif, jenis ban ini dikenal sebagai space saver. Fungsinya jelas, bukan buat dipakai lama-lama, tapi jadi penolong sementara saat kondisi darurat.
Biar Bagasi Tetap Lega
Alasan paling utama kenapa ban serep dibuat lebih kecil adalah soal efisiensi ruang. Kalau ban serep ukurannya sama dengan ban utama, ruang bagasi bakal banyak terpotong. Dengan ukuran yang lebih ramping, pabrikan bisa menyisakan ruang lebih buat barang bawaan.
Ini terutama terasa di mobil-mobil perkotaan atau LCGC, yang memang mengutamakan kepraktisan.

Bobot Mobil Jadi Lebih Ringan
Ban serep kecil juga membantu mengurangi bobot kendaraan. Jangan salah, satu ban lengkap dengan pelek bisa cukup berat. Kalau bobot ditekan, dampaknya bisa ke konsumsi bahan bakar dan efisiensi secara keseluruhan.
Makanya, ban serep kecil jadi solusi yang masuk akal buat mobil harian.
Bukan untuk Dipakai Jauh-jauh
Perlu dicatat, ban serep kecil bukan untuk pemakaian jangka panjang. Biasanya pabrikan membatasi kecepatan maksimal sekitar 60–80 km per jam dan jarak tempuh tertentu.
Soalnya, tapak ban lebih sempit dan konstruksinya beda. Kalau dipaksa dipakai jauh atau kencang, kenyamanan dan kestabilan mobil bisa berkurang.
Tapi, mobil SUV, MPV besar, atau kendaraan yang sering dipakai ke luar kota biasanya masih dibekali ban serep full size. Alasannya sederhana, kebutuhan medan yang lebih bervariasi dan jarak tempuh lebih jauh. Sementara mobil perkotaan lebih fokus ke kepraktisan, jadi ban serep kecil sudah dianggap cukup.

Tips Pakai Ban Serep
Kalau suatu saat harus pakai ban serep kecil, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, gunakan ban serep hanya untuk keadaan darurat, bukan untuk pemakaian harian.
Kedua, harus perhatikan batas kecepatan dan hindari jalan rusak. Selanjutnya, segera ganti kembali ke ban normal setelah sampai bengkel, dan terakhir pastikan tekanan anginnya selalu sesuai rekomendasi
Kesimpulannya, ban serep kecil itu wajar dan memang dirancang seperti itu. Selama dipakai sesuai fungsinya, gak ada yang perlu dikhawatirkan.
Yang penting, jangan lupa cek kondisi ban serep secara berkala. Percuma ada ban serep kalau pas dibutuhkan malah kempis atau getas.
Blog
Pernah Nunggu Lampu Merah Lama Banget? Ternyata Ini Alasannya

Pernah gak sih, kamu berhenti di lampu merah yang durasinya lama banget, sampai sempat buka chat, bales pesan, bahkan dengerin satu lagu full. Tapi anehnya, di persimpangan lain, baru juga napas sebentar sudah hijau lagi.
Ternyata, lampu merah itu memang punya waktu tunggu masing-masing, gak dibuat sama rata. Karena setiap persimpangan punya kondisi lalu lintas yang berbeda-beda.
Menurut Area Traffic Control System (ATCS) Dinas Perhubungan DKI Jakarta, durasi lampu lalu lintas ditentukan berdasarkan volume kendaraan dari tiap arah.
Kalau satu ruas jalan sedang padat, lampu merah di arah lain biasanya dibuat lebih lama supaya arus kendaraan bisa mengalir lebih tertib. Sebaliknya, kalau kondisi jalan relatif sepi, lampu merah dibuat lebih cepat berganti biar tidak bikin antrean yang gak perlu.
Menariknya, pengaturan itu sekarang semakin canggih berkat teknologi Intelligent Traffic Control System (ITCS). Sistem ini memakai kecerdasan buatan (AI) untuk memantau kondisi jalan secara real-time.

Kalau tiba-tiba terjadi penumpukan kendaraan di satu sisi, ITCS bisa langsung menambah durasi hijau atau memperpanjang merah di arah lain supaya lalu lintas tetap seimbang.
ITCS bahkan bisa mengenal jenis kendaraan, membaca pelat nomor, sampai mendeteksi pelanggaran lewat Recognition System. Dengan fitur Predictive System, teknologi ini bisa memprediksi kepadatan kendaraan dan menyesuaikan waktu lampu sebelum kemacetan benar-benar terjadi.
Selain membantu mengurai kemacetan, sistem ini berdampak positif ke lingkungan. Dengan mengurangi waktu tunggu yang tidak perlu, penggunaan bahan bakar bisa lebih efisien dan emisi yang keluar juga turun.
Saat ini, ITCS sudah diterapkan di 65 titik persimpangan jalan protokol Jakarta dari total 321 titik. Ke depannya, sistem ini akan terus diperluas.
Jadi, kalau besok kena lampu merah yang rasanya lama banget, itu bukan karena lampu merahnya error. Tapi karena sistem lagi berusaha menjaga lalu lintas tetap berjalan lancar untuk semua.
Blog
Mazda Vision-X Compact, Mobil yang Bisa Ngerti Perasaan Kamu

Pernah gak kebayang mobil yang bukan cuma nurut sama perintah kamu, tapi juga bisa ngobrol balik dan ngerti suasana hati kamu? Nah, Mazda kayaknya lagi pengen bikin itu kejadian lewat mobil konsep terbarunya, Vision-X Compact.
Mobil mungil ini baru aja nongol di Japan Mobility Show 2025, dan tampilannya benar-benar futuristik kayak Mazda2 yang dikasih sentuhan masa depan plus sedikit rasa sci-fi.
Dari luar, Vision-X Compact langsung kelihatan beda. Grille-nya tertutup rapat, khas mobil listrik masa depan, lengkap dengan logo Mazda yang bisa nyala dan LED di bagian depan. Lampunya kecil, spionnya digital, dan bodinya minimalis tanpa garis yang berlebihan.
Kalau diperhatiin, mobil ini juga dikasih black cladding di bawah bodi, velg yang bentuknya aerodinamis, dan atap kaca panorama yang kasih kesan modern banget. Sementara di bagian belakangnya dibikin agak membulat.
Soal ukuran, Vision-X Compact punya panjang 3.825 mm, lebar 1.795 mm, dan tinggi 1.470 mm dengan jarak sumbu roda 2.515 mm. Artinya, mobil ini sekitar 25 cm lebih pendek dari Mazda2, dan wheelbase-nya juga lebih pendek 5,5 cm.
Masuk ke dalam kabin, nuansa minimalisnya makin terasa. Setirnya model flat-bottom, ada lingkaran digital instrument cluster. Tapi yang menarik, gak ada layar infotainment sama sekali.
Mazda bilang, sistem hiburan dan navigasinya bakal langsung nyatu sama smartphone pengemudi. Jadi, semua kendali ada di tangan atau tepatnya di HP kamu.
Nah, yang paling menarik justru bukan desain atau mesinnya, tapi otak buatan (AI) yang Mazda kembangkan buat mobil ini. Mereka nyebutnya sebagai “empathic AI”, alias kecerdasan buatan yang bisa paham perasaan pengemudinya.
Bukan cuma asisten digital biasa, tapi kayak teman ngobrol yang ngerti suasana hati kamu.
Mazda mau bikin hubungan antara manusia dan mobil jadi lebih menyatu. Misalnya, AI-nya bisa ngomong santai kayak, “Bagus sekali!” pas kamu nyalip kendaraan lain dengan mulus, atau “Ingat kafe yang kamu sebut minggu lalu? Ada jalan pintas seru ke sana, lho.”
Kedengarannya memang agak sci-fi, tapi Mazda serius akan hal ini. Mereka ingin mobil bukan cuma alat transportasi, tapi juga teman perjalanan yang bisa menyesuaikan mood kamu entah itu nyetel lagu pas suasana hati lagi down, atau diam saja waktu kamu pengin tenang.
Meski teknologi itu masih butuh waktu buat diwujudkan, Mazda sudah mulai ambil langkah ke arah sana. Salah satunya, mereka bakal ganti Google Assistant dengan Gemini di update software mendatang.
Katanya sih, Gemini ini bakal lebih pintar, lebih natural diajak ngobrol, dan lebih bisa mengerti konteks dari percakapan.
Jadi, kalau semua ini beneran jadi kenyataan, bisa jadi masa depan berkendara ala Mazda bukan cuma soal performa dan desain yang tapi juga soal chemistry antara kamu dan mobilmu.
NewsBacaan 2 menitMercedes Benz AMG SL 63 Nampang Di Queen Of Tears
BlogBacaan 2 menitIni 5 Lampu Merah Terlama di Indonesia, Kuncinya Cuma Sabar
NewsBacaan 2 menitVF 3 Mini-SUV Elektrik Harganya 227 Jutaan Rupiah
NewsBacaan 3 menitIntip Perbedaan Hyundai Stargazer X
NewsBacaan < 1 menitiCar – Mobil Listrik Apple Batal Diproduksi
NewsBacaan 3 menit8 Fitur GWM Tank 500 Yang Kepake Banget
YouTubeReview Modifikasi Semi-alto Hyundai Creta Prime
NewsBacaan 2 menitFix Harga Wuling Cloud EV Gak Sampe 400 Juta























